Swasembada Pangan 2025: Komitmen Presiden Prabowo Wujudkan Ketahanan Nasional
Oleh: Cahyo Widjaya
Program swasembada pangan yang berjalan pada tahun 2025 semakin menegaskan betapa kuatnya komitmen dari Presiden Prabowo Subianto dalam membangun ketahanan nasional. Langkah-langkah konkret yang telah ditempuh selama ini oleh pemerintah juga membuktikan bahwa swasembada pangan bukan lagi menjadi hanya sekadar wacana saja, melainkan kenyataan yang dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama petani.
Dengan visi yang jelas, Presiden Prabowo menjadikan pangan sebagai prioritas utama, sebab kemandirian dalam sektor ini menyangkut harkat bangsa sekaligus fondasi kekuatan negara di tengah dinamika global yang tidak menentu.
Sejak awal pemerintahannya, Presiden Prabowo menekankan bahwa ketahanan pangan tidak hanya berhubungan dengan persoalan ekonomi, melainkan juga menyangkut kedaulatan nasional.
Untuk itu, alokasi anggaran mencapai Rp139,4 triliun digelontorkan pada tahun 2025 demi mendukung berbagai program strategis. Dana tersebut diarahkan untuk memperkuat produksi pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, serta membangun cadangan pangan nasional.
Badan Pangan Nasional bekerja sama dengan TNI, Polri, serta kementerian terkait menghidupkan kembali konsep lumbung pangan hingga ke tingkat desa, sehingga produksi tidak hanya meningkat secara kuantitas, tetapi juga terjamin distribusinya.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga gabah yang menguntungkan dan memastikan ketersediaan pupuk terjangkau menjadi bentuk perlindungan nyata terhadap petani. Insentif tersebut menciptakan kepastian usaha, yang pada gilirannya mendorong motivasi petani untuk berproduksi secara berkelanjutan. Komitmen tersebut memperlihatkan bagaimana pemerintah tidak hanya menargetkan ketersediaan pangan, melainkan juga menempatkan kesejahteraan petani sebagai prioritas.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah memperkuat tata kelola kawasan swasembada pangan dengan mengedepankan kepastian hukum, keamanan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat.
Menurutnya, sinkronisasi tata ruang antara pusat dan daerah menjadi kunci untuk memastikan program tidak tumpang tindih dengan fungsi lindung. Ia juga menyoroti percepatan penyelesaian izin usaha sebagai langkah penting demi efisiensi dan keberlanjutan.
Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa agenda swasembada pangan tidak hanya difokuskan pada produksi, melainkan juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Presiden Prabowo sendiri menekankan bahwa Indonesia tidak boleh bergantung pada pangan impor. Dalam pidatonya setelah dilantik pada Oktober 2024, ia menegaskan bahwa swasembada pangan harus dicapai dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Pandangan itu lahir dari kesadaran bahwa dalam situasi krisis global, setiap negara akan mengutamakan kebutuhan domestiknya. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu memproduksi pangan secara mandiri.
Selain pangan, Presiden Prabowo juga menyoroti pentingnya swasembada energi. Potensi sumber daya alam yang melimpah, mulai dari kelapa sawit hingga tanaman singkong, tebu, sagu, dan jagung, dipandang sebagai kekuatan strategis untuk memperkuat kemandirian bangsa.
Upaya swasembada pangan tidak hanya berlangsung di ruang kebijakan, tetapi juga diwujudkan langsung di lapangan. Salah satu contohnya adalah program Penanaman Jagung Serentak Kuartal III di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Kegiatan tersebut melibatkan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Polri, serta Komisi IV DPR RI. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menekankan bahwa perhutanan sosial dapat menjadi jembatan antara pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi rakyat. Dari total 8,3 juta hektare lahan perhutanan sosial yang telah diterbitkan, terdapat lebih dari 500 ribu hektare yang berpotensi dimanfaatkan untuk agroforestri jagung.
Raja Juli menekankan bahwa pemanfaatan lahan tersebut mendukung instruksi Presiden Prabowo untuk menjadikan swasembada pangan sebagai kekuatan strategis bangsa. Ia menambahkan bahwa program tersebut bukan hanya meningkatkan produksi pangan, tetapi juga langsung meningkatkan kesejahteraan petani hutan.
Dengan melibatkan kelompok tani hutan dan masyarakat lokal, perhutanan sosial menjadi instrumen ganda yang menjaga kelestarian hutan sekaligus menguatkan kemandirian pangan nasional.
Capaian perhutanan sosial hingga pertengahan 2025 telah mencapai lebih dari 8,3 juta hektare, dengan lebih dari 1,4 juta penerima manfaat. Nilai ekonomi nasional yang dihasilkan dari kegiatan tersebut mencapai Rp364,19 miliar, sementara nilai transaksi ekonomi kelompok tani meningkat 32 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Data tersebut menunjukkan kontribusi nyata sektor kehutanan dalam mendukung agenda swasembada pangan dan kesejahteraan rakyat.
Penanaman jagung di Grobogan menjadi contoh konkret bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat menghasilkan dampak ganda. Selain mendukung ketahanan pangan, program itu juga berfungsi sebagai rehabilitasi hutan dan lahan.
Kementerian Kehutanan bahkan menyalurkan ribuan bibit tanaman produktif, mulai dari jati, mangga, hingga alpukat, guna memperkaya kawasan hutan desa. Dengan demikian, masyarakat memperoleh manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Swasembada pangan yang dicapai pada tahun 2025, khususnya dalam produksi beras, menjadi tonggak penting perjalanan bangsa menuju kedaulatan pangan. Keberhasilan tersebut tidak hanya menunjukkan efektivitas kebijakan pemerintah, tetapi juga bukti dari sinergi berbagai pihak, mulai dari lembaga negara, aparat keamanan, hingga masyarakat desa. Ketahanan pangan bukan sekadar pencapaian teknis, melainkan fondasi bagi kekuatan nasional di tengah dinamika geopolitik global.
Presiden Prabowo Subianto melalui program swasembada pangan 2025 telah menegaskan arah pembangunan nasional yang berorientasi pada kemandirian. Pangan, energi, dan air dipandang sebagai pilar utama ketahanan negara. Dengan keberhasilan awal yang sudah terlihat, optimisme tumbuh bahwa Indonesia mampu berdiri tegak sebagai bangsa berdaulat, berdaya saing, dan bermartabat di mata dunia. (*)
Peneliti Ekonomi Kerakyatan
Leave a Reply